Minggu, 03 Juli 2016

Benteng None, Kabupaten TTS


Benteng ini terletak di Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS), Kecamatan Kuatnana, Desa Tetaf, Propinsi Nusa Tengara Timur (NTT), Indonesia. Untuk menuju Benteng None dari Kota Kupang kita bisa menggunakan jasa Trevel (Rp 50.000) atau Bus (Rp 30.000).  Dari Kupang menuju Benteng diperlukan total waktu sekitar 3 Jam. Dari Kota Soe menuju Oebesa-Oekamusa-Mnelalete-Neonmat-Tublopo-Nusa-Lakat dan Tetaf. Benteng ini terletak di pinggir jalan sebelah kanan dengan Gapura selamat datang. Dari gapura kita harus berjalan masuk sekitar 10 menit melewati rumah penduduk ( Marga Tauho) dengan mengikuti arah penunjuk jalan menunju Benteng. Namun sebelum masuk ke Benteng kita harus meminta ijin dan ditemani oleh Penjaga benteng yang juga merupakan Keturunan Ke-7 dari pewaris Benteng, Bapak Anderias Tauho yang akan memberi penjelasan seputar benteng.
Benteng ini didirikan pada Tahun 1820 saat kekuasaan Usif/Raja Amanuban, Usif Nope yang mendiami di Sonaf /Istana Niki - niki. Benteng ini didirikan karena sering terjadinya, permusuhan antara suku yang satu dengan suku lainnya, dimana suku lain itu seperti suku Amanatun dan Mollo. Saat itu belum ada agama sehingga mereka mempercayai Batu, kayu. Benteng ini memiliki luas 80 X 44 Meter, dengan beberapa bukti peninggal sejarah yang terdapat di dalamnya yaitu: Pagar batu, Rumah tradisional ( Lopo dan Ume Kbubu ), Pene, Bak-bak, Otenaus, Bol Nu'ut, Perlengkapan Perang (Kalewang/parang, senapan tumbuk dan Tombak).
Sebagian sisi benteng dipagar dengan menggunakan batu dan sejenis tumbuhan berduri (Kaktus), dan bagian lainnya terdapat jurang sehingga musuh akan sulit masuk.  Lopo digunakan sebagai tempat Musyawarah sedangkan Ume Kbubu sebagai tempat tidur dan memasak yang berada pada posisi tengah benteng. Pene adalah tempat yang terletak di sisi kiri dimana terdapat pepohonan besar dan sebuah kayu setinggi 1 meter yang tertancap di tanah, Pene merupakan tempat untuk mengintai musuh. Ote’Naus merupakan tempat untuk Ritual mengetahui apakah saat perang nanti akan kalah dan menang. Media yang digunakan adalah Kayu sekitar 1 meter, satu telur ayam, arang, dan piring. Media pertama yang digunakan adalah dengan melihat tikaman posisi kayu pada tiang penyangga lopo kecil. Jika saat kayu ditelentangkan dan ujung ibu jari menyentuh tiang maka akan menang dan sebaliknya. Selanjutnya mengunakan telur yang di beri garis menggunakan arang mewakili 4 arah Timur, Barat, Utara dan Selatan, telur kemudian di pecahkan kesebuah wadah jika warnanya bening akan menang sebaliknya jika berwarna merah akan mengalami kekalahan. Bol Nu’ut merupakan sebuah lubang kecil pada pagar batu untuk meletakan senjata untuk menembak musuh.
Saat di medan perang jika musuh dalam jarak jauh menggunakan senapan tumbuk, jika jarak dekat menggunkan tombak atau Kalewang/Parang. Saat menang Kepala Musuh akan dipotong dan di bawah pulang ke benteng. Kemudian dilanjutkan dengan Upacara kemenangan yang disebu “Sbo’ Ma Meo” selama 4 hari 4 malam. Sementara itu kepalah musuh diletakaan diatas para-para yang dibawahnya diberi api untuk mengasapai kepalah musuh denga tujuan agar otak dan darahnya kering sehingga saat dipersembahkan kepada Raja tidak bau. Saat kepala musuh di persembahkan maka pahlawan perang akan mendapat gelar ‘”Meo” sementara benteng akan disebut “Kot”.
Selain upacara perang juga terdapat upacara menjelang dan sesudah panen yang disebut Poit Pah. Upacara ini dilakuan mejelang musim tanam (November-Desember) dan musim Panen (April-Juni). Dalam upacara ini menggunakan Babi jantan warna hitam. Upacara ini dilakukan diatas “Bak-bak” atau mesbah/altar yang tersusun atas batuan dengan ditengahnya terdapat sebuah tiang atau pohon. Benih yang akan ditanam diletakan diatas bak-bak kemudian dipercik darah babi hitam dengan menggunakan daun kusambi dengan harapan agar mendapat hasil panen yang baik. Upacara panen dilakukan untuk mensyukuri hasil panen yang melimpah. Darah sembelihan ditampung didalam tempurung kelapa kemudian diperciki pada hulu hasil yang ada.
Rahang babi yang di sembelih akan di simpan dalam Lopo yang disusun berurutan sebagai hiasan. Didalam lopo juga ada hiasan berupa anyaman binatang dari lontar. Lopo juga digunakan untuk menyimpan makanan sehingga tiang lopo di beri papan berbentuk lingkaran agar tikus tidak memakan  hasil panen. Dibagian atas lopo terdapat sebuah pintu masuk untuk menyimpan dan mengambil hasil panen. Saat berkunjung terkadang kita bisa mengikuti upacara adat yang dipimpin oleh kepala suku Bapak Kores Kohe Tauoh. Ditempat ini anda juga  bisa membeli tenunan dan berbagai kerajinan masyarakat dari bahan dasar kayu dan bamboo yang diukir mulai dari harga Rp 50.000. Saat berkunjung kita hanya perluh mengisi buku tamu dan membayar secara sukarela untuk pemeliharaan.


Pintu untuk menyimpan bahan makanan di Lopo
Pene
Pene
Bol Nu'ut
Rahang Hewan yang digunakan saat Upacara
Tiang Penyangga Lopo
Bapak Anderias Tauho, di Pene
Bak-bak/Altar
Bak-bak/Altar
Mengecek Kemenangan Perang Dengan Menggunakan Tombak
Otenaus
Mengecek Kemenangan Perang Dengan Menggunakan Tombak
Telur Yang Untuk Mengecek Kemenangan
Tiruan Senjata yang digunakan saat perang
Senjata Untuk Perang
Lopo
Kerajinan Ukiran
Contoh Tenunan
Gapura Benteng

Pagar Batu dan Kaktus





Posting Komentar

Whatsapp Button works on Mobile Device only

Start typing and press Enter to search