Tak seperti kampung adat umumnya di NTT yang
saat tiba kita akan langsung diperhadapkan dengan bangunan rumah adat, di sini
mata kita akan langsung tertuju pada balasan batuan hitam yang sekilas terkesan
mistis. Batuan megalitik ini didominasi oleh bentuk bulat berbagai jenis ukuran
dan ada juga berbentuk ceper yang masing-masing memiliki nama dan fungsi yang
berbeda. Megalitik yang ada digunakan sebagai media/tempat untuk melakukan
ritual adat/pemujaan terhadap para Dewa/Leluhur. Khusus untuk batu yang bernama
Rue dilarang untuk disentuh, bahkan tak diperbolehkan untuk mengambil gambar
dari dekat. Batu ini khusus untuk ritual orang mati akibat kecelakaan,
terbakar, bunuh diri atau jatuh dari pohon. Ada juga batu Wowadu Mejadi Deo
yang hanya dapat diduduki oleh Deorai untuk melaksanakan ritual adat.
Saat tiba kita akan langsung menemukan sebuah
rumah yang biasanya menyewakan pakain adat orang sabu dengan tarif Rp.
50.000,00 untuk berfoto, selanjutanya ada batuan yang disusun melingkar diatas
tanah yang digunakan sebagai altar persembahan atau tempat pemujaan saat ritual
adat. Tepat dibagian belakang megalitik ada dua rumah adat khas masyarakat
Sabu, yang tak boleh sembarang dimasuki. Kampung adat Namata sendiri awalnya
bernama Hanga Rae Robo. Jangan lupa mengisi buku daftar kunjungan, dan memberi
tip seikhlasnya.
Kampung adat ini terletak di Desa Raeloro,
Kecamatan Sabu Barat, Kabupaten Sabu Raijua, Nusa Tenggara Timur, Indonesia. Jaraknya
tak jauh dari Bandara Terdamu, sekitar 2,5 kilometer atau 7-10 menit
perjalanan. Selain menggunakan pesawat kita juga bisa menggunakan kapal jika
ingin berkunjung ke pulau Sabu.
LET'S VISIT AND KEEP CLEAN !!!!
Follow MY IG :
Posting Komentar