Selain
untuk menanam padi, sawah juga sarat akan nuansa santai berlatar pemadangan
alam nan memukau. Di Nusa Tenggara Timur, terdapat area persawahan yang
memiliki keunikan tersendiri, konon hanya satu-satunya didunia. Keunikannya ada
pada bentuk sawah menyerupai jarring-jaring laba-laba yang dalam bahasa local disebut
Lodok. Bentuk demikian memiliki keterkaitan dengan pengelolaan lahan adat yang system
pembagiannya disebut “lingko” dilakukan oleh ketua adat. Sistem pembagian sawah
leluhur ini dilakukan secara terpusat dimana titik nolnya berada ditengah,
polanya dengan menarik garis panjang dari titik tengah atau “lodok” hingga
kebidang terluar atau “cicing” mengikuti pola sarang laba-laba dimana bagian
dalam kecil dan keluarnya semakin lebar.
Kewenangan
untuk membagi lahan dilaukan oleh Tu’a Teno atau Ketua Adat yang diawali dengan
ritual adat Tente atau menancapkan kayu pada titik episentrum lodok. Dalam
ritual ini pembagiannya dianggab sah secara adat saat darah kambing ditumpahkan
diatas kayu “Teno” yang ditancapkan pada titik episentrum. Bagian swah yang
terluas biasanya didapat oleh Tua Adat dan Tua Gelo atau Tua Kampung.
Pembagiannya diprioritaskan bagi
petinggi kampung beserta keluarganya yang diikuti oleh warga biasa dari suku
barulah warga diluar suku. Warga luar juga bisa memiliki lahan ini dengan cara
meminta pada Tetua Kampung, dengan membawa seekor ayam jantan dan arak dan
disahkan oleh siding dewan kampung yang dipimpin oleh Tu’a Golo dan Tu’a Teno.
Sistem pembagian ini dikembangkan sejak Raja Aleksander Baruk memimpin tahun
1931-1945.
Tedapat
beberepa lokasi yang menggunakan system pembagian demikian, namun yang paling
populer dan banyak dikunjungi adalah di Desa Cancar, Kecamatan Ruteng,
Kabupaten Manggarai, Nusa Tenggara Timur. Letaknya sekitar balasan kilometer
bagian barat kota Ruteng atau sekitar 50 menit berkendaraan, sementara jika
dari Labuan Bajo jaraknya sekitar 100 km menuju arah timur. Berada dipinggir
jalan Trans Flores, namun tak terlihat dari pinggir jalan, kita harus masuk
terlebih dahulu sekitar beberapa ratus meter lalu menapaki anak tangga dengan
sudut kemiringan 30 derajat. Tiket masuknya Rp. 10.000/orang, dimana terdapat
sejumlah fasilitas pendukung seperti toilet, dan penjual souvenir berupa kain
tenun. Area persawahan ini akan nampak hijau saat musim penghujan antara bulan
Desember-April dan akan menguning sekitar bulan Mei hingga Juni.
LET'S VISIT AND KEEP CLEAN !!!!
Follow MY IG :
Posting Komentar