Senin, 04 April 2022

GULA AIR LONTAR, KABUPATEN ROTE NDAO, NUSA TENGGARA TIMUR

 

Pohon Lontar yang akrab dengan sebutan pohon Tua’k oleh masyarakat Nusa Tenggara Timur memegang peranan penting, khususnya bagi Kabupaten Rote Ndao. Pohon Tua’k tumbuh bebas dalam jumlah banyak membuat daerah ini mendapat julukan Nusa Lontar. Pohon ini dianggab sebagai pohon kehidupan karena sebagian besar masyarakat bergantung hidup pada pohon yang keseluruhan bagiannya bermanfaat.  Salah satu hasil olahan dari lontar yang cukup dikenal luas adalah gula air. Gula ini berbentuk cair berwarna kecoklatan dengan rasa manis mirip madu.

Awalnya hasil sadapan bunga lontar berupa Nira berwarna bening yang disadap oleh kaum pria saat pagi dan sore hari akan dimasak oleh kaum wanita pada tungku yang biasanya dibuat dari tanah liat. Hasil sadapan akan dimasak kurang lebih 2-3 jam dengan api yang harus terus menyala. Agar tidak meluap selama dimasak, gula biasanya dituang dari satu wadah ke wadah lainnya tergantung jumlah panas yang didapat, terkadang juga menggunakan lemak kambing.

Rasa gula air terkadang asam, menurut informasi yang saya peroleh hal ini disebabkan karena saat menyadap haik atau wadah penampung nira tidak dibersihkan dengan baik. Gula air biasanya dikonsumsi dengan cara dicampur dengan air kemudian diaduk atau di goyang-goyang. Gula cair juga digunakan sebagai bahan pemanis, contohnya untuk membuat kue solo atau cucur. Dalam kehidupan masyarakat Rote, gula juga digunakan sebagai pengawet makanan, dimana daging dimasak dengan menggunakan gula. Gula cair selain dikonsumsi sendiri dirumah, atau saat berkebun juga dijual ke pasar tradisional dengan harga Rp. 10.000/botol atau Rp. 70.000-100.000 per jerigen lima liter. Harga gula bergantung pada kualitas dan musim, gula air juga digunakan sebagai bahan baku untuk membuat minuman beralkohol “sopi”.



















Follow MY IG : Nyonggalang

Posting Komentar

Whatsapp Button works on Mobile Device only

Start typing and press Enter to search