Selain
keindahan alam yang sudah diakui oleh banyak orang, Nusa Tenggara Timur juga
memiliki sejumlah kekayaan budaya yang menarik untuk dipelajari salah satunya
Desa Adat. Khusus untuk wilayah daratan Pulau Timor, memiliki satu Desa Adat
yang paling populer yakni Desa Boti. Masyarakat Suku Boti mendiami wilayah
pegunungan di Kecamatan Ki’e yang terbagi menjadi daerah Boti Dalam dan Boti
Luar. Wilayah Boti Luar didiami oleh sekitar 2.500 jiwa sementara Boti Dalam
hanya sekitar 300an jiwa. Namun, wilayah Suku Boti dalamlah yang paling dikenal
dan dikunjungi karena mereka masih memelihara budaya mereka.
Masyarakat
Boti Dalam mewarisi dan mempraktikan tradisi local dan Agama asli yang disebut
“ Uis Neno Ma Uis Pah “ atau “ Dewa Langit & Dewa Bumi “. Suku ini mendiami
wilayah seluas 3.000 m2 yang dikelilingi oleh pagar kayu dibawah
pimpinan Raja atau “ Usif “ saat ini dijabat oleh “ Namah Benu “. Masyarakat
setempat menganut nilai-nilai kehidupan dan tradisi untuk menyatu dengan alam yang
tercermin dari upacara adat tiga kali setahun. Upacaranya dilakukan saat
membersihkan kebun, setelah menanam dan
sesudah panen.
Upacara
diawali dengan menyiapkan binatang dan hasil bumi seperti Jagung dan Singkong
untuk dibawa ke tempat upacara “ Fain Mate “ yang terletak dihutan larangan.
Butuh waktu sekitar sehari untuk mencapai tempat ritual yang memiliki luas
sekitar 1.000an hektar. Saat berada disana, dilarang untuk mengambil apapun,
jika melanggar harus menyiapkan hewan untuk dipotong dihutan larangan. Salah
satu hal menarik yang saya jumpai adalah mereka tidak akan melakukan pemanenan
sebelum dilakukan upacara, hal ini berlaku tak hanya di kebun, tapi juga untuk
tanaman disekitar pemukiman. Hasil bercocok tanam seperti Jagung dan Singkong
hanya untuk dikonsumsi, sementara untuk dijual hanya Kemiri, Asam, dan Hewan
saja.
Lokasi
Kampung Adat Boti Dalam terdiri atas beberapa rumah adat dan guest house yang
diselingi oleh beberapa pohon besar seperti Kemiri, dan tanaman pisang. Area
paling depan terdapat Guest House yang disewakan bagi pengunjung yang ingin
bermalam dimana tiap kamar teridri atas 3 tempat tidur single, ada juga
fasilitas listrik dan toilet. Semakin ke dalam terdapat bebatuan yang tersusun
rapi bak anak tangga menuju ke Rumah Utama yang ditempati oleh Usif. Pengujung
akan melewati beberapa rumah yang khas masyarakat setempat yang disebut rumah
bulat atau “ Ume Kbubu “ yang beratapkan jerami dan pintu masuk pendek yang
mengharuskan kita menunduk saat masuk yang lebuh banyak terdapat pada sisi
kanan.
Banguan
rumah utama terbuat dari bahan kayu, dimana terdapat banyak sekali foto
orang-orang penting yang pernah berkunjung, dan juga stiker komunitas atau
perseorangan yang pernah berkunjung. Ada buku tamu yang harus diisi, sekalian
menyisipkan uang tiket masuk Rp. 50.000/orang. Ada juga sejumlah pamflet dan
buku yang berisi informasi tentang Desa Boti yang bisa dibaca. Biasanya
pengunjung akan ditemani oleh Usif yang akan bercerita atau berbagi informasi,
namun saat berkunjung Usif sedang tidak ada ditempat, jadi ada seorang bapak
yang menemani kami. Pengujung akan dijamuh dengan sirih pinang sebagai symbol
keakraban dan hidangan makan minum. Minumannya berupa Teh atau Kopi dan makanan
berupa pisang goreng yang disajikan dengan menggunakan tudung “ anyaman “ khas
setempat. Pisangnya digoreng dengan menggunakan minyak kelapa yang dibuat
dengan cara tradisional.
Saat
hendak pulang, pengujung ditawari untuk mengujungi centra kerajinan dengan
harga tiket masuk Rp. 50.000/orang. Dengan membayar tiket ini, kita akan bebas
melihat hasil kerajinan, berfoto bahkan melihat langsung proses pembuatan tenun
yang didemonstrasikan oleh beberapa ibu-ibu. Ada cukup banyak pajangan kain
tenun pewarna alam, produk olahan kain tenun berupa gelang dan tas, ukiran, dan
berbagai jenis anyaman yang dijual dengan harga berfariasi mulai dari Rp.
20.000/item. Ibu-ibunya sangat ramah, setiap pertanyaan yang dilontarkan pasti
jawab. Hanya sebaiknya membawa orang local yang cukup memahami bahasa setempat
agar komunikasi lebih mudah.
Kaum
Pria Boti memegang teguh adat mereka seperti tidak memotong rambut setelah
menikah. Salah satu kebijakan yang unik dari Suku Boti adalah Jika ada yang
mencuri, seluruh warga akan mengumpulkan barang untuk diberikan kepada si
pencuri. Bagi yang menebang pohon, harus menggantinya dengan menanam 5 – 10
pohon. Masyarakat tidak diperkenankan
menggunakan listrik dan teknologi lainnya. Namun, hanya orang tertentu yang
boleh menggunakan telepon seluler atau kendaraan bermotor. Mereka terbuka
dengan pendidikan sekaligus memelihara tradisi, di mana anak pada lingkungan
sonaf ada yang bersekolah dan ada yang tidak. Desa ini melibatkan dua
kepemimpinan, Kepala Desa sebagai pemimpin formal dan Usif / Raja sebagai
pemimpin adat.
Warga
mempercayai bahwa Sejarah Suku Boti di mulai dengan adanya tiga penghuni
laki-laki bernama Boi, Boti dan Bota. Ketiganya menjadi tuan besar yang
memimpin Kampung, Boi Benu sebagai Raja Alam, Boti Benu sebagai Raja Laki-laki
dan Bota Benu sebagai Raja Perempuan. Secara Historis penduduk Boti berasal
dari Amanuban yang mendiami wilayah Kecamatan Ki’e. Suku ini memegang system
penanggalan atau kalender, di mana dalam
sepekan terdiri atas sembilan hari.
yakni Hari Api, Hari Air, Hari Besi, Hari Dewa Bumi, Hari Dewa Langit,
Hari Berebutan, Hari Besar, Hari Anak, Hari Istirahat. Suku ini menganut
kepercayaan yang hakekatnya meyakini hidup ini diatur oleh tiga kekuatan yakni Uis Neno ( Tuhan ), Uis Pah ( Raja ) dan Uis
Nitu ( Roh Leluhur ).
Dari
Kota Kupang ambil perjalanan menuju kabupaten Timor Tengah Selatan dengan
menggunakan kendaraan sekitar 2 jam perjalanan. Dari Kota So’ e perjalanan
dilanjutkan dengan menagambil rute menuju daerah Oinlasi, sekitar 30 menit dari
Kota, tepat dari cabang diperluhkan waktu sekitar 40-50 menit, perjalan
memasuki desa ini cukup sulit sehingga sebaiknya berkujung saat musim panas
dengan kendaraan yang layak. Terdapat objek wisata Negeri di Atas Awan “ Fatu
ulan “ yang dapat anda singgahi.
Semua ada disini game terlengkap dan tercepat Daftar Vodka138
BalasHapus