Senin, 21 Maret 2022

EXOTIC “FATUKOPA”, KABUPATEN TTS-NUSA TENGGARA TIMUR

 

Kerap dikenal sebagai daerah dengan cuaca panas, namun ada juga sebagian wilayah di Nusa Tenggara Timur yang memiliki cuaca dingin khas pegunungan atau dataran tinggi. Salah satunya Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS) yang beribukota So’e. Tak hanya keindahan pantai yang dikenal luas karena keunikannya yakni pantai Oetune dan Kolbano atau dataran tinggi Fatumnasi yang menakjubkan namun ada juga beberapa wilayah perbukitannya yang tak kalah indah, salah satunya “Besteke” atau yang lebih dikenal dengan nama Fatukopa.

Besteke dan Fatukopa sendiri sebenarnya adalah dua lokasi yang berbeda, Besteke merupakan salah satu padang cukup luas yang bagian depannya berdiri kokoh bukit batu “Fatukopa” terpisahkan oleh lembah yang cukup dalam dan curam. Sementara Fatukopa sendiri adalah bukit Kapur yang ditutupi oleh beragam vegetasi khas hutan tropis.  Dalam bahasa Atoin Meto atau orang Timor Fatukopa berarti Batu Kapal (Fatu = Batu Kopa = Kapal), hal ini karena bongkahan batu kapur ini jika dilihat dari sisi tertentu memang tampak seperti kapal. Menurut legenda atau cerita fatukopa memiliki nilai historis tersendiri karena dianggap sebagai bahterah Nabi Nuh yang karam, dimana nenek moyang orang Timor berasal dari sini. Wilayah ini ditempati oleh masyarakat Suku Dawan atau Timor yang merupakan suku tertua di Pulau Timor, NTT. Bukit ini dianggab keramat dan tak sembarang didaki dan harus melalui ijin kepala suku.

Jadi, sesungguhnya objek yang awal kemunculannya begitu viral dan banyak didatangi oleh pengunjung ini, sebenarnya adalah Padang Besteke yang menawarkan view Bukit Fatukopa yang magis. Penamaan Besteke sendiri karena adanya pohon Acacia leucophloea atau Kabesak/Pilang yang sering dihinggapi oleh tokek. Padang yang luas dengan panorama menakjubkan ini sangat cocok untuk berkemah. Saat ini sudah mulai ditata sehingga sudah tersedia bak sampah dan beberapa himbaun untuk menjaga kebersihan. Tak jauh dari sini terdapat salah satu gereja yang menjadi pintu masuk. Pintu masuknya digembok, dan jika ada pengunjung baru dibuka oleh penjaga yang rumahnya tepat berada diseberang jalan, kami diminta membayar Rp. 10.000/mobil. Rumah penjaga ini menyediakan fasilitas MCK dengan biaya sewa Rp. 5.000 sekali pakai.

Kunjungan kali ini bukanlah yang pertama bagi saya, namun kali ini berharap bisa mendapatkan hamparan kabut yang belum pernah saya temui sebelumnya. Kami berangkat dari Kota Kupang dan harus menempuh jarak sekitar 150an kilometer atau sekitar 4 jam lebih. Kami, mampir di Kota So’e untuk mengisi bahan bakar sebelum melanjutkan perjalanan menuju Oe’ekam, Kecamatan Amnuban Timur melewati dua jembatan dengan konstruksi baja, namun dasarnya hanya beralaskan kayu, sehingga saat lewat harus antre. Salah satu yang berbeda adalah sudah ada pertashop didaerah ini, sementara akses jalannya masih sama sempit, ada aspal mulus, ada juga yang rusak namun masih tergolong aman untuk kendaraan roda dua dan empat. Di Oeekam sendiri terdapat ATM BRI dan Bank NTT serta toko yang bisa memenuhi keperluan berkemah yang mungkin terlupakan. Dari sini ambil jalan lurus sekitar 1,5 KM hingga tiba di belokan yang sebelah kirinya terdapat Tugu dan papan penujuk menuju Fatukopa. Namun kondisi jalan dari sini tak begitu baik, jadi sebaiknya ambil jalan lurus melewati Kantor Desa Mnela Anin. Setelah melewati Gereje pada sisi kiri jalan, lurus terus sekitar 50 meter ambil belokan pertama kiri lurus terus. Dari sini akses jalan masuknya sedikit menantang karena sebagian berbatu lepas, dan berlubang. Tak perluh khawatir tersesat karena sepanjang jalan tersedia papan penunjuk jalan yang disponsori oleh salah satu bank.

Saat tiba beberapa diantara kami ada yang mendirikan tenda, dan ada juga yang mengambil gambar dan vidio, hembusan angin yang cukup keras, memaksa kami bekerjasama dalam membangun tenda. Untuk menghangatkan badan sekaligus mendapatkan bara api untuk memanggang menu makan malam kami menyalakan api unggun. Sambil menanti makan malam siap, ada yang membuat minum dan menikmati snack untuk mengganjal perut, sambil ditemani irama musik. Meskipun beberapa diantara kami baru pertama kali bertemu, namun suasana keakraban begitu terasa.

Tak ada orang lain yang berkemah selain kami, soalah memberi ruang khusus bagi kami, namun ada juga beberapa warga sekitar yang datang entah untuk menikmati keindahan alam atau hanya sekedar untuk melihat kami. Tak jauh dari tenda nampak tiga anak kecil yang seolah ingin mendekat namun ragu-ragu, setelah didekati ternyata mereka membawa seikat kayu bakar yang hendak mereka jual dengan harga Rp. 5.000/ikat. Akhirnya kami membeli beberapa ikat kayu tambahan, karena kayu bakar yang kami beli dijalan sebelumnya dirasa kurang. Sekitar pukul 19.00 WITA cahaya merah merona bulan yang muncul dari balik bukit Fatukopa mengalihkan pandangan kami, biasan cahaya nampak seperti sedang sunrise atau sunset, sungguh mempesona.

Setelah makan malam yang penuh dengan suasana kebersamaan dan kekeluargaan, kami kembali menikmati suasana malam sambil menikmati jagung bakar ditemani cahaya bulan yang begitu terang dan cerah. Sekitar pukul 03.15 nampak kabut tipis mulai menyelimuti lembah, namun tak lama kemudian berkurang, hilang dan muncul bergantian. Tak ingin kehilangan momen beberapa diantara kami sibuk mengabadikan momen ini. Semakin lama ternyata jumlah kabutnya makin banyak, kami sungguh beruntung. Cahaya kemerahan yang muncul dibalik bukit menghadirkan panorama lain, ya matahari akan segera terbit. Sekitar pukul 06.12 matahari muncul tepat disamping bukit, biasannya semakin menyempurnakan exotiknya lautan kabut yang seolah menyelimuti si magis fatukopa. Terimakasih semesta telah menghadirkan keindahan yang jarang ditemui bersama orang-orang hebat dan hangat.























PATUHI PROKES COVID-19

LET'S VISIT AND KEEP CLEAN !!!!

Follow MY IG : Nyonggalang

Posting Komentar

Whatsapp Button works on Mobile Device only

Start typing and press Enter to search